-->

Popular Posts

2leep.com!

Sunday, March 13, 2011

Outbound!

13 Maret, 2011



Gw baru pulang Outbound, rasa seneeeeeeeeeeeeeeeeeng banget. Seneng pulangnya, bukan seneng Outboundnya.

Gw nyaris gila saat Outbound, gw berangkat hari Kamis jam 05:45 pagi, sampai disana jam 06:15, ketemu temen-temen, ngobrol-ngobrol, becanda-becanda sambil mengunggu bus dateng.

Kira-kira 45 menit setelah gw nyampe, anak-anak disuruh baris, yaudah, baris deh. Diumumin Outboundnya gimana, pembagian busnya, dll. Eh, ternyata bus ada 6, kelas gw ada 7, wah... kacau sudah pikir gw. Ternyata kelas X-7 dipecah jadi 6 bus, jadinya tiap bus, ada anak X-7 nyempil (gw X-4).

Selama perjalanan, gw melakukan hal seperti orang-orang lakukan setiap hari di kantor, gw tidur (tapi gagal). Temen-temen gw ribut euy, yaa, kgk bisa tidur sih, tapi temen-temen gw bagi-bagi makanan. Yaa, gak rugi.

Gw punya temen, yang tiap kali denger bunyi plastik makanan dibuka, langsung nyamber. Sakti tuh orang, namanya Ronny. Orang batak yang punya urat malu hampir putus. (hampir...)

Setelah gw nyampe di tempat tujuan (Situ Gintung 3), semua turun, ngumpul di aula, taroh tas, lepas spatu, duduk bersila, dengerin (dengerin temen ngobrol). Dijelasin aturan, tanggung jawab, tempat molor, dan games.

Pertama kesan gw pas ngeliat dari seberang aula, gw ngeliat ada 2 tenda, yang satu relatif lebih panjang, yang satu relatif lebih pendek. Gw bingung, cowok ada 140 bocah, yang cewek ada 126 bocah, kok tenda cuma 2?

Setelah gw bingung-bingung gak jelas, dijelasin juga gw molor dimana. Ternyata, tenda pertama (yang panjang, apa tuh yang panjang?) diisi 90 bocah laki, dan sisanya ke tenda 2. Aje gile!!! 1 tenda 90 ekor, mau jadi apa besar? Dokter? Mana muat!!!! Malah, tasnya gede-gede semua lagi, kira-kira 3/4 badan sendiri. Yang cewek tidur di wisma (kayak rumah kecil gitu), "es we te", pikir gw, nanti kalo baday tuh tenda roboh, gw mau gabung ama cewek sih. Bodo amat!

Gelar tiker di atas tenda, tarok tas, terus keluar. Dikasih tau game-game, bla bla bla, singkat cerita, gw dapet kelompok dah. Kelompoknya sih lumayan, filing gw sih rada-rada gak enak nih. Yaudah, ngumpul, terus pembina kelompok gw dateng, namanya Om Sofyan (cowok), orangnya sih fun, enak diajak ngobrol, baek, tapi kedip matanya cepet banget!!

Setelah menjalani kira-kira 3 game, inilah puncak klimaksnya. Yaitu, tantangan adrenalin, naek-naek gitulah. Kayak flying fox, elvis walk, jah, stress gw ngeliatnya. Gw gak suka sama sekali permainan gitu, termasuk Roller Coaster, Big Wheel. Gw punya kendala, yaitu Acrophobia, gw takut sama ketinggian. Entah kenapa, gw mau kencing kalo ngeliat ketinggian. Tiba-tiba kebelet sendiri... (to be continued--)

Thursday, March 3, 2011

Hebohnya Manusia-Manusia SMA

Maret 03, 2011.

Kisah hidup gw dimulai saat gw masuk kelas, yaitu kelas X-4. (Iye, masih kelas X) Itu kelas gw, kelas yang biasanya paling unik dan ribut. Tapi lebih dominan yang ribut. Isi kelas itu ada papan tulis putih yang gede, banyak meja dan bangku yang terbuat dari kayu, lemari tinggi yang terbuat dari kayu pula, sapu 4 ekor, 1 pengki, 1 papan tulis reminder (buat ngingetin PR, Ulangan dll.), dan juga kelas gw gak ada pintunya (kelas laen juga sama).

Pertama gini dulu nih, gw lupa ngepost kemaren. Seharusnya post ini dipost kemaren (maklum udah tua).

Gw mulai dari pelajaran Geografi, mulai jam 06:55 dan saatnya untuk ulangan. Semua meja dan bangku dimajukan (layaknya UAN), semua yang diatas meja disingkirkan. Dimulai pembagian soal, dan pembagian kertas ulangan.

Jujur aja nih, gw ngeliat soalnya aja dah mupeng pala gw. Serem euy!! Malah gambarnya banyak yang gak jelas lagi, haduuuh. Bahasanyapun aneh-aneh. Lalu guru gw ngejelasin kinerja penilaiannya, makin serem aja ngedengernya. Kalo salah -1, dikosongin 0, kalo bener 3,33.

Bisa-bisa dapet nilai minus gw! Gw kerjain, kerjain, kerjain, kerjain. 45 menit kemudian, ulangan selesai. "Kosong?? KOSONG!!", gw berkata begitu seperti tukan sulap gagal kuliah. Tapi gak buruk-buruk amat lah, dari 30 soal, gw kosongin 4. Entah sisanya bener ato salah, itu mah belakangan.

Next, Bahasa Indonesia. Dimana pelajaran yang... cukup menegangkan. Pelajarannya sih bikin bingung ya, masalahnya pola pikir kita sama guru kan beda :(. Eniwei, Bahasa Indonesia juga ulangan (iye, gw ulangan 2 kali pas hari Rebo), terus ya... sama juga, bagi kertas soal, kertas ulangan, kerjain, kerjain, kerjain, kerjain, kembali mupeng pala gw. Stress berat gw, soalnya panjang, jawabannya panjang, PG pula!! Contoh soal, "Mana dari paragraf di bawah ini yang merupakan paragraf Narasi..." A. *paragraf 1* B. *paragraf 2* C. *paragraf 3* D. *paragraf 4* E. *keringet dingin gw*

Selain soalnya bkin pantat pusing, sama bikin kepala bisulan, akhirnya juga sih gw bisa dengan selamat menyilangi semua jawaban. Malah jawabannya ada yang aneh, nomor 1-5 "A" semua. Entah ini gw yang salah, ato soalnya yang salah ya? Pikir gw gitu.

Nomor 1: A (Ooh, baguslah gw dapet jawabannya)
Nomor 2: A (Hmm, gak apa apa dah, lanjut dulu)
Nomor 3: A (Masa iya sih!?)
Nomor 4: A (Jah, pasti ada yang salah nih)
(Gw berharap bukan A)Nomor 5: A (*keringet dingin*)
Nomor 6: D (Oooh!! TENANG!!)

Setelah Bahasa Indonesia, kita berlanjut ke bahasa selanjutnya, yaitu Bahasa Inggris. Jujur aja gw suka sekali dengan Bahasa Inggris, emang karena gw bisa, dan gurunyapun enak (enak dalam arti fun, bukan ituu...). Emang senengnya sih bercanda, tapi ada seriusnya juga. Gw masih inget temen gw namanya Kenny disuruh maju kedepan nyanyi "Pelangi" tapi semua huruf hidup jadi "O". "Polongo polongo, olongkoh ondoh mo..." wah menarik, kata gw. Abisnya katain gurunya "Loser" atuh salah dia sendiri.

Bahasa Inggris pun berlalu, dan masuk istirahat ke-2 (istirahat pertama itu ada diantara B.Indo dan B.Inggris). Di istirahat ke-2, gw ama temen-temen gw (Elias, Kevin, Putra, Kris), ngobrolin tentang naskah teater kesenian. Ceritanya sih tentang 3 anak, anak yang tengah hobinya selingkuh (gw mau ikutin tuh hobi, tapi gak boleh). Ya sekian sekian sekian, dan yang meranin anak yang ke-2 itu cantik! Terus temen gw, Elias, yang mendapat peran sebagai bapaknya, pengen ngebuat adegan meluk anaknya. Dan gw sebagai dosen, membuat adegan memeluk mahasiswanya. Sayangnya pada gak setuju, sial.

Bel bunyi dengan falsnya, eh... dengan nyaringnya, dan semua masuk kelas. Bocah-bocah badung pada masih diluar seperti orang nonton bola, bergerombol entah ngapain. Ritual pemberkatan kancut kali? Wali kelas gw pun datang, dengan informasi bahwa guru Biologi absen hari ini. Semua orang teriak kegiarangan (siapa yang gak seneng coba?). Gw sih, sebagai murid teladan (eish eish...) IKUT-IKUTAN SENENG!! Becanda, gw bukan murid teladan kok, tapi gw seneng!! Disuruh ngerjain tugas halaman sekian, dan dikumpul. Pikir gw, ngerjain soal Evaluasi? Kan ada kunci jawabannya di akhir buku. Yaudah gw liat, eh!! ADA!! Yodah, gw salin dengan hati yang bersinar. Setelah nyalin dan bersalin, buku dikumpul, kelas gw kayak tempat abis tawuran yang memperebutkan kancut siapa yang lebih indah, ditinggal begitu saja. Kalo gw? Gw sih juga ikutan ninggal ya.

Gw pulang, naek angkot, nyampe rumah, tidur, oh yeah!

Tuesday, March 1, 2011

Malam Terakhir

"Melihat TUHAN!" kata Dimas dengan tampang yang bangga. Aneh pikirku, anak berumur 3 tahun dengan tinggi kira-kira 120 cm sudah punya cita-cita seperti itu? Cita-cita itu lebih aneh daripada cita-citanya Bayu, yaitu menjadi tukang ikan. Maklum, Bayu waktu itu masih berumur 4 tahun, makanya ia jawab seperti itu.

Keesokan harinya, ibuku menyuruhku untuk mengajak Dimas jalan-jalan.

"Yah, ma! Masa iya, aku yang disuruh."

"Habisnya. Mau siapa lagi? Lagipula dia kan sepupumu, tak apalah temani jalan-jalan."

"Tapi boleh ajak Bayu ya?"

"Yasudah, ajak saja. Ini uangnya, mama kasih seratus ribu untuk kamu, Bayu, dan Dimas muter-muter Jakarta naik Taksi."

"Oke ma!"

Dan..., pergilah aku ke rumah Dimas, lalu ke rumah Bayu, sahabat karibku yang dulu mau jadi tukang ikan. Entah sekarang mau jadi apa, jadi ikannya mungkin?

"Sul! Kenapa mesti gw yang diajak?"

"Bosen gw kalo sendirian, Yu!"

"Terus, itu sepupu lu?"

Aku hanya mengangguk.

Dan mulailah perjalanan 3 bocah ini dengan tampang semeraut. "Dimas mau naik apa?" tanyaku. "Mau naik itu tuh!!" katanya sambil menunjuk kendaraan beroda tiga berwarna oranye dengan suara merdu semerbak... alias bajaj. "Dimas, naik taksi aja ya?", Dimas menggelengkan kepalanya. "Ayo dong, taksi aja ya?", Dimas menggelengkannya lebih keras lagi. Daripada copot tuh kepala, mending turutin aja.

"Jah!! Oi, Samsul, nyokap lu ngasih uang seratus ribu buat keliling Jakarta naik bajaj?"

"Yu, tujuannya sih naik taksi. Gw mah nurutin kata nih anak aja."

Ribet juga ternyata, tapi apa boleh buat lah, bikin anak kecil seneng pahala besar di Surga. Lagipula Dimas belum tau sebenernya ada penyakit ganas yang dideritanya saat ia lahir. Kanker paru-paru. Inilah kesempatan aku untuk membuatnya senang.

"Trotok trotok trotok, brrmmmhhh..." nyaring amat bunyi bajajnya.

Dimas mengeluarkan kepalanya jari jendela dengan hati riang gembira bagaikan seekor kucing punya nyawa 10. (TUHAN ngasih bonus 1 buat tuh kucing)

"Kak, kak! Itu Monas ya?", kata Dimas

"Bukan Dimas, itu mah rumah biasa," jawabku.

"Kalo itu, Monas bukan?"

"Itu juga rumah biasa"

"Ooooh. Eh kak, rumah itu gede banget ya?"

"Dimas, itu baru namanya Monas!"

Bayu tertawa terbahak-bahak. Karena aku juga gak mau malu, yaudah, kita flashback saja.

"Yu, masih mau jadi tukang ikan?"

"Kagak lah! Itu mah jawaban gw pas tinggi 130-an."

"Sekarang mau jadi apa? Ikan?"

"Sul, gw udah umur 17 tahun."

"Sama! Gw juga 17 tahun!"

"Ah, terserah lah!"

Yaaa, keliling Jakarta memakan waktu kira-kira 4 jam dengan kendaraan yang hebat bunyinya. Untung aja gw gak budeg, Bayu aja udah ngorek-ngorek kuping.

"Nah, Dimas, sekarang kita pulang."

Dimas mengangguk dan kita dada-dadaan sama Bayu. Dada-dadaan berlangsung kira-kira 3 menit.

2 hari kemudian, Ibu Dimas menemuiku dengan muka yang ceberut, mirip Duren. Ia menceritakan dan berterima kasih kepadaku sebab sudah bikin Dimas bahagia. Sekarang, tinggal menunggu TUHAN memanggil Dimas.

Semua orang disekitar tempat tidur Dimas menangis tersedu-sedu. Benar-benar sedih dan pahit suasananya. Akupun ikutan nangis, membayangkan betapa beruntungnya diriku bisa hidup sampai 17 tahun ini.

Alat detak jantung berjalan dengan cepat, akhirnya "nuuuuuuutt....". Selamat tinggal sepupuku yang manis. Setidaknya aku berhasil membuatnya bahagia sebelum ia pergi. Dimas anaknya baik, baik sekali. Akhirnya, cita-cita Dimas berhasil ia raih. Aku yakin, TUHAN pasti menggendongnya menuju Surga.

Cita-citamu besar Dimas. Kamu anak yang hebat.